Pages

Verifikasi Serikat Pekerja

10.2.14

Menurut PER.06/MEN/IV/2005 Verifikasi serikat pekerja didalam suatu perusahaan itu hanya dinas tenagakerja yang berhak melakukannya, untuk lebih jelasnya silahkan anda pahami tentang PER.06/MEN/IV/2005 tentang pedoman verifikasi serikat pekerja

Untuk download PER.06/MEN/IV/2005 silahkan Klik link berikut

Read more ...

Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Dinas Ketenagakerjaan

9.2.14

Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Dinas Ketenagakerjaan

Perselisihan hubungan industrial diantaranya meliputi perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dapat diselesaikan dengan melalui dua jalur yaitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Namun Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 (“UU PHI”) tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, mengatur bahwa perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipatrit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila upaya bipatrit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak melakukan pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan.

Kemudian, Dinas Ketenagakerjaan mencatatkan pengaduan tersebut dengan menyediakan formulir pengaduan untuk diisi oleh para pihak. Salah satu atau kedua belah pihak yang mengadukan perselisihannya untuk dicatat oleh Dinas Ketenagakerjaan harus melampirkan bukti-bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian bipartit telah dilakukan (Pasal 4 ayat (1) UU PHI). Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud di atas tidak dilampirkan, maka Dinas Ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.

Selanjutnya Dinas Ketenagakerjaan melakukan pemanggilan kepada para pihak untuk menawarkan jalan penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Jika para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator (Pasal 4 ayat (5) UU PHI).

Penyelesaian konsiliasi melalui Dinas Ketenagakerjan dilakukan untuk menangani penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh. Sedangkan penyelesaian arbitrase melalui Dinas Ketenagakerjaan dilakukan untuk menangani penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.


Read more ...

Perselisihan Dalam Hukum Perburuhan

9.2.14

Dalam hukum perburuhan jenis perselisihan hubungan industrial di bagi ke dalam empat kategori, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Perselisihan hak diartikan sebagai perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja (PK), perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan (PP).

Sementara perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang muncul dalam hubungan kerja akibat tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam PK, PKB atau PP.

Perselisihan PHK timbul manakala terjadi silang pendapat antara pekerja maupun pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Jenis perselisihan lain adalah perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Perselisihan ini muncul manakala terjadi kesalahpahaman mengenai  pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

> Mediasi
Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 16 UU PPHI. Mediasi dipimpin oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Kadang menggunakan nomenklatur sukudinas ketenagakerjaan (sudinaker).

Mengenai ruang lingkup perselisihan, mediasi tergolong sebagai lembaga alternatif yang lebih istimewa ketimbang konsiliasi dan arbitrase. Betapa tidak. Dari empat jenis perselisihan hubungan industrial, tidak ada satu pun yang lepas dari jangkauan ruang lingkup mediasi.

Keistimewaan lain mediasi terlihat dari bunyi Pasal 4 Ayat (4). Pasal itu merumuskan, dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu tujuh hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.  Artinya, tanpa susah payah, mediator pasti akan kebagian mengurusi kasus perselisihan hubungan industrial.

Dalam menjalankan tugasnya, mediator harus mengupayakan agar tercapai kesepakatan di antara pihak yang bertikai. Jika terwujud, maka kesepakatan perdamaian itu dituangkan dalam sebuah perjanjian bersama. Si mediator tentunya ikut menandatangani perjanjian itu dalam kapasitasnya sebagai saksi. Lebih lanjut perjanjian itu kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Namun dalam praktik, upaya mediator mendamaikan para pihak lebih sering menemui kegagalan. Jika demikian, maka mediator akan mengeluarkan sebuah anjuran tertulis yang isinya meminta agar salah satu pihak melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu.

Apabila tidak ada keberatan dari para pihak atas anjuran tertulis, maka para pihak harus menuangkan kesepakatannya kedalam perjanjian bersama. Lagi-lagi perjanjian bersama itu harus didaftarkan ke PHI. Tapi jika para pihak merasa tidak puas dengan anjuran tertulis, para pihak menyelesaikan perselisihannya ke PHI.

> Konsiliasi
Jika lembaga mediasi boleh menangani semua jenis perselisihan hubungan industrial, tidak demikian dengan konsiliasi. Sesuai dengan Pasal 1 angka 13 UU PPHI, konsiliasi hanya berwenang menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja. Artinya, konsiliasi tidak berwenang atas perselisihan hak.

Seorang konsiliator baru bisa bertindak untuk menangani perkara ketika ada permintaan tertulis dari para pihak. Tentu saja permintaan tertulis itu baru ada setelah kedua belah pihak menyepakati siapa konsiliator yang dipilih. Dalam menjalankan tugasnya, konsiliator yang nota bene adalah pihak swasta yang independen, dapat memanggil saksi atau ahli dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya.

Sama halnya dengan mediator, konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak tercapai perdamaian di antara kedua belah pihak. Sebaliknya, jika perdamaian tercapai, maka konsiliator bersama dengan para pihak dapat menandatangani perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan ke PHI.

> Arbitrase
Ruang lingkup arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lebih sempit ketimbang yang lain. Arbitrase hanya berwenang menangani perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Sama halnya dengan konsiliasi, arbitrase baru bisa ditempuh ketika para yang pihak berselisih sudah menuangkan kesepakatan tertulis. Kesepakatan itu tercantum dalam perjanjian arbitrase yang berisikan nama lengkap dan alamat para pihak yang berselisih, pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan, jumlah arbiter yang disepakati, pernyataan tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase serta tanggal, tempat dan tanda tangan para pihak.

Prosedur untuk berperkara lewat arbitrase tidak cukup berhenti di situ. Para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian tertulis lain, yaitu perjanjian penunjukan arbiter. Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter. Dalam perjanjian penunjukan arbiter ini, salah satu yang dibahas adalah biaya arbitrase dan honorarium arbiter.

Sebelum memulai persidangan arbitrase, biasanya arbiter berupaya mendamaikan para pihak. Jika berhasil, maka akan dibuatkan perjanjian bersama yang didaftarkan ke PHI. Sebaliknya, jika upaya mendamaikan gagal, persidangan arbitrase dilanjutkan dengan pemanggilan para saksi. Produk dari persidangan arbitrase ini adalah putusan arbitrase yang sifatnya final dan mengikat. Bahkan putusan arbitrase ini juga dilengkapi dengan irah-irah lazimnya putusan pengadilan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa".

Read more ...

Kapan Para Pihak Lalai Dalam Melaksanakan Perjanjian

8.2.14

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pasal 1238 menyebutkan : Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. 

Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Orang yang berhutang (debitur) dikatakan lalai melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian, apabila debitur tersebut dinyatakan lalai dengan suatu Surat Perintah atau akta. Surat Perintah atau akta tersebut menyatakan secara tegas, bahwa debitur telah lalai melaksanakan kewajibannya. Selain dengan Surat Perintah dan akta, lalainya debitur melaksanakan kewajiban perjanjian juga dapat terjadi secara hukum dengan lewatnya waktu, yaitu sampai batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian ternyata debitur tidak juga melaksanakan kewajibannya.

Pernyataaan lalai adalah suatu upaya hukum, demikian menurut Prof. Mariam Darus Badrulzaman, yaitu dengan mana kreditur memberitahukan, menegur, memperingatkan (aanmaning/sommatie) debitur bahwa debitur wajib melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian sampai batas waktu yang telah ditentukan. Apabila batas waktu itu dilampaui, maka debitur dianggap lalai.

Bentuk-bentuk peringatan pernyataan lalai:

1. Pernyataan Lalai Dengan Surat Perintah (Bevel)
Contohnya  dengan exploit juru sita pengadilan. Exploit merupakan perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur, yang dalam praktik merupakan salinan surat peringatan  yang berisi perintah tersebut.

2. Pernyataan Lalai Dengan Akta Sejenis 
Yaitu peringatan lalai dengan surat biasa yang di dalamnya mengandung pemberitahuan yang bersifat Perintah (imperatif) dari kreditur kepada debitur tentang batas waktu pemenuhan prestasi.

3. Lalai Demi Perikatannya Sendiri
Keadaan lalai terjadi otomatis ketika lewatnya waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, tapi debitur tidak melaksanakan kewajibannya.

Dalam hal debitur telah lalai menyerahkan suatu benda yang merupakan kewajibannya sesuai perjanjian, maka sejak saat lalai itu kebendaan tersebut merupakan tanggung jawab debitur. Debitur, karena keadaan lalai tersebut, dibebankan untuk membayar ganti rugi, biaya dan bunga, karena kesalahnnya, yaitu karena kelalaiannya
Read more ...

SK Gubernur Jawa Barat UMK tahun 2014

8.2.14
Surat Keputusan Gubernur Jawa barat tentang UMK 2014 
Nomor 561/Kep.1636-Bangsos/2014


Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan resmi menetapkan Surat Keputusan (SK) Upah Minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2014. Sebanyak 26 kabupaten/kota mengalami kenaikan bervariatif.

Berikut adalah daftar upah 26 kabupaten/kota di Jawa Barat

1. Kota Bandung Rp 2.000.000
2. Kota Cimahi Rp 1.735.473
3. Kab. Bandung Rp 1.735.473
4. Kab. Bandung Barat Rp 1.738.476
5. Kab. Sumedang Rp 1.735.473
6. Kabupaten Subang. Rp 1.577.959
7. Kabupaten Purwakarta. Rp 2.100.000
8. Kabupaten Karawang. Rp 2.447.450
9. Kab. Bekasi. Rp 2.447.445
10. Kota Bekasi. Rp 2.441.954
11. Kota Depok. Rp 2.397.000
12. Kab. Bogor. Rp 2.242.240
13. Kota Bogor. Rp 2.352.350
14. Kab. Sukabumi. Rp 1.565.922
15. Kota Sukabumi. Rp 1.350.000
16. Kab. Cianjur. Rp 1.500.000
17. Kab. Garut. Rp 1.085.000
18. Kab. Tasikmalaya Rp 1.279.329
19. Kota Tasikmalaya Rp 1.237.000
20. Kab. Ciamis. Rp 1.040.928
21. Kota Banjar. Rp 1.025.000
22. Kab. Majalengka. Rp 1.000.000
23. Kab. Cirebon. Rp 1.212.750
24. Kota Cirebon Rp 1.226.500
25. Kab. Kuningan. Rp 1.002.000
26. Kab. Indramayu. Rp 1.276.320


untuk UMK Karawang 2014 berdasarkan sektoral :
  • UMK Dasar Rp 2.447.450,
  • UMK TSK (Tekstil Sandang dan Kulit) Rp 2.484.162,
  • UMK Kelompok Usaha I Rp 2.496.375,
  • UMK Kelompok Usaha II Rp 2.624.000
  • UMK Kelompok Usaha II III Rp 2.814.590.

Untuk Download file pdf silahkan disini
Read more ...

Apakah Kerja Lembur itu wajib

2.2.14
Banyak sekali pekerja yang mempertanyakan tentang kerja lembur ketika seorang pekerja keesokan harinya ada acara yang sangat penting buat dia tetapi saat itu pekerja tersebut diminta atasannya untuk kerja lembur.disini saya coba jelaskan tentang apakah kerja lembur itu wajib atau tidak.

Menurut UU 13 Tahun 2003 Pasal 78

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Penjelasan
Pasal 78

Ayat (1)
Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus dihindarkan karena pekerja/buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan kebugarannya. Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak yang harus diselesaikan segera dan tidak dapat dihindari sehingga pekerja/buruh harus bekerja melebihi waktu kerja.

Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) Cukup jelas


Dalam hal ini silahkan teman-teman untuk mengambil sikap, jadi jika selama pekerja tersebut tidak menyetujui untuk bekerja lembur maka tidak menjadi wajib.

Demikian penjelasan saya semoga membantu.
Read more ...

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

2.2.14

 

MENGAPA HARUS TAKUT BERSERIKAT DI PERUSAHAAN?


Pendahuluan

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. (UU 21/200 Pasal 1 angka 1)

Pekerja buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah dijamin di dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan hal tersebut, pekerja/buruh dituntut bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

Hak berserikat bagi pekerja/buruh, sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi, dan Konvensi ILO Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar Daripada Hak Untuk Beroragnisasi dan Untuk Berunding Bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan nasional. Namun, selama ini belum ada peraturan yang secara khusus mengatur pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja/buruh sehingga serikat pekerja/serikat buruh belum dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. Konvensi ILO yang dimaksud menjamin hak berserikat pegawai negeri sipil, tetapi karena fungsinya sebagai pelayan masyarakat pelaksanaan hak itu diatur tersendiri.

Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sehubungan dengan hal itu, serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Oleh karena itu, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki rasa tanggung jawab atas kelangsungan perusahaan dan sebaiknya pengusaha harus memperlakukan pekerja/buruh sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Masyarakat pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pengusaha di Indonesia merupakan bagian dari masyarakat dunia yang sedang menuju era pasar bebas. Untuk menghadapi hal tersebut, semua pelaku dalam proses produksi perlu bersatu dan menumbuhkembangkan sikap profesional. Di samping itu, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh perlu menyadari pentingnya tanggung jawab yang sama dengan kelompok masyarakat lainnya dalam membangun bangsa dan negara. Serikat pekerja/serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab oleh pekerja/buruh untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dapat menggunakan nama yang berbeda seperti antara lain perkumpulan pekerja/perkumpulan buruh, organisasi pekerja/organisasi buruh, sebagaimana diatur dalam ketentuan undang-undang ini. (penjelasan umum UU 21/2000)

Sanksi Pidana

Dengan lahirnya UU No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, maka pekerja/buruh dapat membentuk serikat pekerja/serikat buruh di tempatnya bekerja tanpa harus lagi memperoleh ijin dari pihak perusahaan atau pihak manapun juga. Pasal 28 dengan tegas mengatakn, “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi. b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh. c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun. d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.”

Untuk menegakkan hal tersebut maka, telah diatur pula sanksi tegas dengan ancaman pidana sebagimana diatur dalam Pasal 43, (1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun  dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Jadi, tidak ada lagi alasan untuk takut mendirikan serikat pekerja/serikat buruh dengan alasan pemecatan, mutasi, menurunkan jabatan atau bahkan mengurangi upah terhadap pekerja/buruh yang hendak mendirikan serikat pekerja/serikat burh. Bila itu tetap terjadi disarankan agar pekerja/buruh tersebut segera membuat laporan ke pegawai penyidik negeri sipil atau ke pihak kepolisian.

Di Kabupaten Karawang telah ada Peraturan Daerah No 1 tahun 2011 tentang Penyelenggraan Keternagakerjaan, tugas serta kewenangan dari penyidik pegawai negeri sipil telah pula dibuat melalui Peraturan Bupati Karawang yang baru saja ditandatangani. Selama ini memang penyidik pegawai negeri sipil boleh dibilang belum ada satupun tugas dan tanggungjawabnya yang dikerjakan. Pada kenmyataanya untuk menjadi penyidik di PNS itu memerlukan biaya Rp. 30 juta yang diambil dari APBD. Entah apa yang mereka kerjakan dan entah apa yang mereka laporkan, tanpa kerja dan hanya memakan gaji buta masih saja menikmati kenaikan gaji setiap tahun dan kenaikan golongan. Sangat wajar bila ada pelanggaran terhadap pasal 28 kaum pekerja/buruh selalu melaporkan ke Kepolisian bukan ke Disnaker, sebab bila dilaporkan ke Disnaker hanya dibuang ke tong sampah dan bahkan disinyalir laporan yang dibuat justru dijadikan ATM bagi pegawai dinas tersebut. Semoga saja dengan telah ditandatanganinya Peraturan Bupati tentang Pengawasan dan Penyidikan tidak ada lagi alasan klasik dari pegawai Disnaker yang selalu mengatakan, kami tidak ada anggaran, kami kekurangan orang, perusahaan terlalu banyak sulit untuk dikontrol dan alasan lainnya yang selalu diterima pekerja/buruh ketika mengadukan masalahnya.

Kepengurusan

Banyak pekerja/buruh yang masih belum mengetahui bagaimana cara membentuk serikat pekerja/serikat buruh di tempatnya bekerja. Ketika mereka mau mempertanyakan hal tersebut ke pihak lain, justru mendapatkan saran yang menakutkan. Seakan membentuk serikat pekerja/serikat buruh itu akan mengakibatkan di phk atau mengakibatkan hubungan industrial di perusahaan menjadi tidak harmonis dan ada pula yang mengatakan kalau dibentuk serikat pekerja/serikat buruh nanti akan membuat perusahaan bangkrut. Yang lebih aneh lagi yang memberikan saran seperti itu justru datang dari pihak pegawai negeri sipil di Dinas tenagakerja atau bahkan yang lebih lucu lagi nasehat tersebut datang dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh itu sendiri. Bukan sebuah rahasia lagi bila itu terjadi, sebab masih banyak para pengurus organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang memang bukan berasal dari pekerja/buruh. Mereka adalah titipan pemerintah atau partai tertentu bahkan ada juga titipan pengusaha yang sengaja disusupkan dalam organisasi serikat pekerja/serikat buruh untuk melemahkan fungsi dan peran serikat pekerja/serikat buruh.

Ditingkat perusahaanpun dalam memilih pengurus ternyata ada batasan sesuai Pasal 15 bahwa, “Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu didalam satu perusahaan dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan bersangkutan.” Jabatan yang dimaksud adalah menajer sumber daya manusiar, manajer keuangan atau manajer personalia yang disepakati bersama dalam perjanjian kerja bersama. Jadi untuk jabatan lainnya masih dimungkinkan untuk menjadi pengurus serikat pekerja kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja bersama di perusahaan tersebut.

Selain soal kepengurusan, setiap pekerja/buruh hanya dibolehkan menjadi anggota dari satu serikat pekerja/serikat buruh dan dibuktikan dengan kartu tanda anggota. Tidak diperkenankan seorang pekerja/buruh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh. Apabila terjadi demikian maka, pekerja/buruh tersebut harus segera memilih salah satunya dengan menyertakan surat pernyataan tentang keanggoataan dan mengembalikan kartu tanda anggota kepada serikat pekerja/serikat buruh dimana pekerja/buruh tersebut menyatakan keluar dari keanggotaan. Bila ada perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh tentang jumlah keanggotaan pada perusahaan dan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka pegawai Dinas tenaga kerja harus turut campur untuk menyelesaikan jumlah keanggotaan tersebut secara terbuka.

Bebas, Terbuka, Mandiri, Demokratis, dan Bertanggung Jawab

Pasal 9 mengatakan bahwa, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun. Artinya dalam membentuk serikat pekerja tidak boleh lagi ada campur tangan dari pihak manapun. Pembentukan serikat pekerja sepenuhnya menjadi kebebasan dari pekerja itu sendiri, seperti diamanatkan dalam pertimbangan UU 21/2000;
  1. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara;
  2. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab;
  3. bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan: Bebas ialah bahwa sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak lain; Terbuka ialah bahwa serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam menerima anggota dan/atau memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin; Mandiri ialah bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan organisasi ditentukan oleh kekuasaan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi; Demokratis ialah bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan dan melaksanakan hak dan kewajibannya organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi; Bertanggung jawab ialah bahwa dalam mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.

Cara Mendirikan Serikat Pekerja

Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 ( sepuluh ) orang pekerja/buruh. Selanjutnya Serikat pekerja/serikat buruh yang telah berbentuk memberitahukan secara tertulis kepada Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan setempat untuk dicatat. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dengan melampirkan: a. daptar nama anggota pembentuk. b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. c. susunan dan nama pengurus.
Instansi pemerintah yang telah menerima pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, wajib mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan selambat-lambatnya 21 ( dua puluh satu ) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan. Instansi pemerintah dapat menangguhkan pencatatan dan nomor bukti pencatatan dalam hal serikat pekerja/serikat buruh belum memenuhi ketentuan. Penangguhan sebagaimana dimaksud dan alasan-alasannya diberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14 ( empat belas ) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima.

Sering dijumpai kesulitan dalam membentuk serikat pekerja/serikat buruh adalah ketika membuat anggaran dasar/anggaran rumah tangga organisasi. Untuk hal tersebut bila mendirikan serikat pekerja/serikat buruh hanya untuk tingkat perusahaan dan tidak berafiliasi dengan organisasi lain dalam bentuk federasi maka harus membuat anggran dasar/anggaran rumah tangga sendiri. Tetapi bila berafiliasi biasanya syarat tersebut telah ada dibuat oleh organisasi tingkat federasi dan pekerja diperusahaan yang dimaksud cukup mengisi formulir keanggotaan dan melakukan pemilihan pengurus dengan mendapatkan bimbingan langsung dari pengurus organisasi dari federasi bersangkutan.

Ada hal yang menarik sering dijumpai oleh pekerja/buruh dalam membentuk serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan ketika hendak mencatakan diri. Yaitu pegawai dinas selalu menanyakan apakah pihak perusahaan sudah mengetahui atau belum? Mengapa tidak didirikan di perusahaan? Mengapa harus berafiliasi? Dan biasanya ada satu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh pegawai dinas bila mendapatkan surat pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dari pekerja/buruh. Pegawai dinas pasti datang ke perusahaan tersebut dan memberitahukan tentang terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh. Hal ini yang menjadi celah bagi perusahaan untuk memecat pekerja/buruh sebelum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh dengan alasan yang dibuat-buat, sehingga pekerja/buruh di Karawang menjadi ketakutan ketika akan membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Banyak alasan yang dibuat oleh pegawai disnaker untuk menunda pencatatan terbentuknya serikat pekerja/serikat buruh apabila dibuat oleh pekerja/pekerja. Hal ini sangat bertolak belakang apabila serikat pekerja/serikat buruh tersebut di bentuk oleh perusahaan atau manajemen, biasanya paling lambat dalam dua hari surat tanda bukti pencatatan sudah selesai. Bahkan pegawai disnaker biasanya sudah menyiapkan contoh anggaran dasar/anggaran rumah tangga untuk serikat pekerja tingat perusahaan yang dibentuk oleh manajemen.

“Banyak alasan yang dibuat oleh pegawai disnaker untuk menunda pencatatan terbentuknya serikat pekerja apabila dibuat oleh pekerja. Hal ini sangat bertolak belakang apabila serikat pekerja tersebut di bentuk oleh perusahaan atau manajemen, biasanya paling lambat dalam dua hari surat tanda bukti pencatatan sudah selesai.”
Selanjutnya sesuai dengan pasal 23, pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis keberadaanya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatnya. Jadi pemberitahuan ke perusahaan menurut UU 21/2000 baru disampaikan setelah serikat pekerja/serikat buruh tersebut memiliki nomor bukti pencatatan. Maka, apa yang dilakukan oleh pegawai disnaker sangat bertentangan dengan pasal 23 UU 21/2000. Mungkin saja suatu saat akan ada pegawai disnaker atau siapapun juga yang akan dikenakan sanksi pidana bila terus melakukan perbuatan yang bertentangan dengan UU 21/2000, kalau itu terjadi maka yang pantas untuk dipermalukan adalah Bupati sebagai orang nomor satu di Kabupaten. Karena memiliki pegawai yang melakukan perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan oleh pejabat pemerintahan sebagai pelayan masyarakat.

Hak dan Kewajiban Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Sesuai dengan pasal 25, bahwa serikat pekerja/serikat buruh yang telah memiliki nomor bukti pencatatan berhak: a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha. b. mewakili pekerja/buruh dalam penyelesaian perselisihan industrial. c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan. d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh. e. melakukan kegiatan dibidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan.

Selain sebagaimana disebutkan diatas, serikat pekerja/serikat buruh yang telah memiliki nomor bukti pencatatan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 27 bahwa serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban: a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya; c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Jadi apabila telah terbentuk serikat pekerja di tingkat perusahaan dan serikat pekerja tersebut telah memiliki nomor bukti pencatatan selain memiki hak yang dapat dipergunakan juga memiliki kewajiban yang harus dilakukan.

Fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh-nya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok. Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan

Hubungan Industrial

Menurut UU 13/2003 ada delapan sarana untuk melaksanakan hubungan industrial, yaitu melalui : (1) serikat pekerja/serikat buruh; (2) organisasi pengusaha; (3) lembaga kerja sama bipartit; (4) lembaga kerja sama tripartit; (5) peraturan perusahaan; (6) perjanjian kerja bersama; (7) peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan (8) lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Yang harus dingat bahwa hubungan industrial akan terjalin dan bejalan dengan harmonis apabila masing-masing pihak, baik serikat pekerja, pengusaha maupun pemerintah memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Tidak dapat dikatakan sebuah hubungan industrial telah berjalan dengan baik disebuah perusahaan atau disebuah daerah atau disebuah negara bila masih terjadi mogok kerja dan unjuk rasa. Bukan pula bila disebuah perusahaan tidak pernah terjadi perselisihan dapat dikatagorikan telah terjalin hubungan industrial yang baik, bila masih ada pelanggaran terhadap hak-hak pekerja. Sebab ketidakadanya perselisihan bisa saja disebabkan oleh dua hal, pertama karena ketakutan atau ketidakmampuan pekerja untuk berselisih, dan kedua karena tidak ada serikat pekerja diperusahaan tersebut.

Di Kabupaten Karawang telah ada Peraturan Daerah No. 1 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Ketenagakerjaan dan delapan belas Peraturan Bupati sebagai turunan atas perintah perda yang masih dibahas antara Dinas tenagakerja dengan wakil serikat pekerja yang dipercayakan kepada Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia. Seharusnya di Kabupaten Karawang tidak ada lagi unjuk rasa besar-besaran pada setiap tanggal 1 Mei yang dikenal dengan Mayday, apabila semua pihak mau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terhadap perda No. 1 tahun 2011. Insya Allah, Karawang akan dijadikan barometer perburuhan atau industri ditingkat nasional bahkan dunia internasional bila saja semua pihak terkait memiliki tanggungjawab dan rasa memiliki yang tinggi terhadap masa depan Karawang dan masyarakatnya. Penyuluhan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan harus selalu dilakukan oleh semua pihak terkait melalui lembaga kerja sama tripartit atau lembaga kerjasama bipartit. Namun sangat disayangkan lembaga kerjasama tripartit yang seharusnya dapat dimaksimalkan masih dipandang sebelah mata oleh pihak eksekutif maupun legislatif. Hal ini terbukti dari masih minimnya anggaran yang diberikan terhadap lembaga tersebut.

Dari hasil rapat lembaga kerjasama tripartit beberapa minggu lalu (12/4) ternyata anggaran yang disiapkan oleh pemerintah daerah melalui APBD yang diajukan oleh pihak disnaker ternyata hanya untuk makan dan minum. Tidak ada satu senpun anggaran untuk kinerja lembaga tersebut. Jadi apakah lembaga tersebut hanya untuk duduk berbincang, makan dan minum sambil memandang dengan diam akan permasalahan yang terjadi? Sungguh ironis dan tidak jauh beda dengan APBD buat yang lainnya. Semua anggaran hampir 70% diperuntukan hanya untuk belanja pegawai dalam bentuk gaji dan makan minum. Sementara untuk kemaslahatan masyarakat dan pembangunan hanya disisakan 30%, itupun belum dipotong oleh para koruptor.

Apakah hubungan industrial di Karawang telah terjalin dengan harmonis? Jawabannya ada pada keseriusan pemerintah daerah dalam menegakkan hukum dan ada pada setiap kegiatan Mayday yang dilakukan oleh kaum buruh.

Penulis
Abda Khair Mufti
Read more ...

Apakah PKB tidak berlaku karena serikat pekerja pindah affiliasi

2.2.14

Apakah PKB tidak berlaku karena serikat pekerja pindah affiliasi


Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
 
Apakah PKB tidak berlaku karena serikat pekerja pindah affiliasi dan apakah perusahaan boleh mengganti dengan PP? itulah yang ada di pikiran saya waktu saya mengetahui ada isu seperti itu, sekarang saya hanya coba menerangkan apakah PKB masih berlaku?
perlu kita ketahui berdasarkan Pasal 129 ayat (1) dan (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) menyatakan bahwa : 

(1)  Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. 
Dengan demikian, secara a-contrario, apabila di (suatu) perusahaan sudah tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh, termasuk jika terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, maka pengusaha tidak dilarang mengganti PKB menjadi PP. Artinya, boleh-boleh saja pengusaha mengganti PKB menjadi PP dengan tidak memperpanjang lagi PKB yang ada.

 
Terkait dengan pernyataan tersebut di atas, berdasarkan Pasal 131 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh..., maka PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB (tersebut). Selanjutnya, berdasarkan Pasal 129 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dalam hal di (suatu) perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh, dan PKB diganti dengan PP, maka ketentuan yang ada dalam PP tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam PKB.
 
Sehubungan dengan pertanyaan diatas, sesuai dengan ketentuan dan uraian tersebut di atas, dapat saya simpulkan, bahwa tidak ada larangan perusahaan mengganti PKB menjadi PP sepanjang dilakukan karena telah bubarnya serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut. Kemudian, boleh-boleh saja memberlakukan kembali PP sepanjang substansinya tidak lebih rendah atau tidak kurang dari yang selama ini telah disepakati dalam (materi) PKB.



Dasar hukum:
Read more ...