Definisi
perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah perundingan
antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui
perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu
penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau
telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan
bipartit dianggap gagal.
Setiap
perundingan bipartit yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat
risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:
1.
nama lengkap dan alamat para pihak;
2.
tanggal dan tempat perundingan;
3.
pokok masalah atau alasan perselisihan;
4.
pendapat para pihak;
5.
kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6.
tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam
hal perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat
Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama
tersebut mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama
wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran
Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian
Bersama.
Apabila
Perjanjian Bersama yang telah dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak,
maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama
didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi
berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Dalam
hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti
upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan mengembalikan
berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Dan
setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi
atau melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang
ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara mediasi kepada
mediator.
Definisi
perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah perundingan
antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan
hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui
perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu
penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau
telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan
bipartit dianggap gagal.
Setiap
perundingan bipartit yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat
risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:
1.
nama lengkap dan alamat para pihak;
2.
tanggal dan tempat perundingan;
3.
pokok masalah atau alasan perselisihan;
4.
pendapat para pihak;
5.
kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6.
tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam
hal perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat
Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama
tersebut mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama
wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran
Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian
Bersama.
Apabila
Perjanjian Bersama yang telah dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak,
maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama
didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi
berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Dalam
hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti
upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan mengembalikan
berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Dan
setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi
atau melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang
ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara mediasi kepada
mediator.
Perundingan Bipartit antara Pengusaha dan Pekerja
Definisi perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI”)
adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial.
Perselisihan hubungan industrial wajib
diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit
secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian
perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk
berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Setiap perundingan bipartit yang
dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat risalah yang
ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2. tanggal dan tempat perundingan;
3. pokok masalah atau alasan perselisihan;
4. pendapat para pihak;
5. kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6. tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal perundingan bipartit mencapai
kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib
didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran
Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian Bersama.
Apabila Perjanjian Bersama yang telah
dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama
didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon
eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran
Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan
eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan
eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit gagal,
maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui
perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan
mengembalikan berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
pengembalian berkas. Dan setelah menerima pencatatan dari salah satu
atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk
menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi atau
melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di
bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara
mediasi kepada mediator.
Perundingan Bipartit antara Pengusaha dan Pekerja
Definisi perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI”)
adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial.
Perselisihan hubungan industrial wajib
diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit
secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian
perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk
berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Setiap perundingan bipartit yang
dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat risalah yang
ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2. tanggal dan tempat perundingan;
3. pokok masalah atau alasan perselisihan;
4. pendapat para pihak;
5. kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6. tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal perundingan bipartit mencapai
kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan
wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib
didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran
Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian Bersama.
Apabila Perjanjian Bersama yang telah
dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang
dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama
didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon
eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran
Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan
eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan
eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit gagal,
maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui
perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan
mengembalikan berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
pengembalian berkas. Dan setelah menerima pencatatan dari salah satu
atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk
menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi atau
melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di
bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara
mediasi kepada mediator.