Pages

Aturan-aturan tentang PKWT

28.8.14

ATURAN TENTANG PKWT

Dalam perjanjian kerja menurut Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.


Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
c. jabatan atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan
e. besarnya upah dan cara pembayarannya
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa perjanjian yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
  • kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
  • kecakapan untuk membuat suatu perikatan
  • suatu pokok persoalan tertentu
  • suatu sebab yang tidak terlarang
Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa :
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
  • kesepakatan kedua belah pihak
  • kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
  • adanya pekerjaan yang diperjanjikan
  • pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Apa saja jenis kontrak kerja menurut bentuknya?

a)      Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis
  • Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.
  • Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja.
b)      Berbentuk Tulisan
  • Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.
  • Dibuat dalam rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing buruh dengan pengusaha harus mendapat dan menyimpan Perjanjian Kerja (Pasal 54 ayat 3 UU 13/2003).

Sehingga dapat di simpulkan Perjanjian kerja waktu tertentu diatur undang-undang 13 tahun 2003 pasal 51, pasal 56, pasal 57, pasal 58, pasal 59, pasal 61, pasal 62, pasal 154, dan Kepmen 100 tahun 2004
Read more ...

Perundingan Bipartit

20.6.14
Definisi perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Setiap perundingan bipartit yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2.  tanggal dan tempat perundingan;
3.  pokok masalah atau alasan perselisihan;
4.  pendapat para pihak;
5.  kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6.  tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.

Dalam hal perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.

Apabila Perjanjian Bersama yang telah dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan mengembalikan berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Dan setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi atau melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara mediasi kepada mediator.

Definisi perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Setiap perundingan bipartit yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2.  tanggal dan tempat perundingan;
3.  pokok masalah atau alasan perselisihan;
4.  pendapat para pihak;
5.  kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6.  tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
Apabila Perjanjian Bersama yang telah dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan mengembalikan berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Dan setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi atau melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara mediasi kepada mediator.
Perundingan Bipartit antara Pengusaha dan Pekerja


664-01926301Definisi perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI) adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Setiap perundingan bipartit yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2.  tanggal dan tempat perundingan;
3.  pokok masalah atau alasan perselisihan;
4.  pendapat para pihak;
5.  kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6.  tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
Apabila Perjanjian Bersama yang telah dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan mengembalikan berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Dan setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi atau melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara mediasi kepada mediator.
- See more at: http://www.hukumtenagakerja.com/perundingan-bipartit-antara-pengusaha-dan-pekerja/#sthash.2ByT9n5n.dpuf

Perundingan Bipartit antara Pengusaha dan Pekerja


664-01926301Definisi perundingan bipartit dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (“UU PHI) adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan jangka waktu penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Setiap perundingan bipartit yang dilakukan antara pengusaha dan pekerja harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan tersebut sekurang-kurangnya memuat:
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2.  tanggal dan tempat perundingan;
3.  pokok masalah atau alasan perselisihan;
4.  pendapat para pihak;
5.  kesimpulan atau hasil perundingan; dan
6.  tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal perundingan bipartit mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama tersebut mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
Apabila Perjanjian Bersama yang telah dibuat tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dimana Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan akan mengembalikan berkas-berkas tersebut untuk dilengkapi dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Dan setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi, mediasi atau melalui arbitrase. Dan apabila para pihak tidak menetapkan pilihan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan secara mediasi kepada mediator.
- See more at: http://www.hukumtenagakerja.com/perundingan-bipartit-antara-pengusaha-dan-pekerja/#sthash.2ByT9n5n.dpuf
Read more ...

Undang-Undang Berkaitan Dengan Ketenagakerjaan

13.3.14
Berikut saya sampaikan beberapa peraturan / undang-undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, diantaranya :

1. Undang-Undang NO 2 Tahun 2004 Tentang PPHI  >>>>>>>  Download

2. Undang-Undang NO 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan >>>>>>> Download

3. Undang-Undang NO 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja >>>>>>> Download

4. Undang-Undang NO 24 Tahun 2011 Tentang BPJS >>>>>>> Download

5. Undang-Undang NO 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja >>>>>>> Download

Semoga bisa bermanfaat dan tunggu tambahan undang-undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dari saya... 
Read more ...

Perjanjian Kerja Bersama

13.3.14


PERJANJIAN KERJA BERSAMA

Untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu pedoman/aturan dalam pelaksanaan hubungan kerja.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah suatu kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dibuat secara bersama – sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi karena kalau kurang maka dapat berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja sampai mencapai 50 % lebih atau dapat juga meminta dukungan dari karyawan lainnya.
Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh adalah serikat pekerja/buruh yang memiliki anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.
Adapun dasar dibuatnya Perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada  Undang – undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar - dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan :
1.      Undang - undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115 sampai dengan 135;
2.      Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Fungsi Perjanjian Kerja Bersama adalah sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan baru yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur dalam Undang – undang maka dia akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.

Tujuan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama :
1.      Mempertegas dan memperjelas hak – hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha
2.      Memperteguh dan menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam perusahaan.
3.      Memetapkan secara bersama syarat – syarat kerja keadaan industrial yang harmonis dan atau hubungan ketenagakerjaan yang belum diatur dalam peraturan perundang –undangan.



Manfaat Perjanjian Kerja Bersama :
1.      Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan kewajiban masing – masing
2.      Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha
3.      Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun dan rajin
4.      Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.

Perundingan Kerja Bersama dimulai dengan menyepakati Tata Tertib Perundingan yang sekurang - kurangnya memuat :
§  Tujuan pembuatan tata tertib;
§  Susunan tim perundingan;
§  Lamanya masa perundingan;
§  Materi perundingan;
§  Tempat perundingan;
§  Tata cara perundingan;
§  Cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
§  Sahnya perundingan;
§  Biaya perundingan .
Biaya perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

Tata Tertib Perundingan sangat penting ditetapkan karena hal ini menyangkut :
§  Masalah hak dan kewajiban tim perundingan masing – masing pihak (khususnya mengenai dispensasi bagi tim perunding dari pihak serikat pekerja)
§  Masalah legalitas tim perunding dari masing – masing pihak (khususnya menyangkut keabsahan status selaku tim perunding serta kewenangannya untuk mengambil keputusan)
§  Masalah kewenangan tentang siapa pembuat keputusan (decision maker) dari masing – masing tim perunding
§  Masalah tata cara pengesahan materi perundingan
§  Jadwal/waktu perundingan
§  Fasilitas bagi tim perunding selama perundingan berjalan.

Tata Cara dalam Perundingan :
§  Baik tim perunding dari serikat pekerja maupun tim perunding dari perusahaan harus menetapkan seorang juru bicara
§  Juru bicara dalam tim perundingan tidak harus ketua tim perundingan akan tetapi orang yang benar – benar dianggap mampu/menguasai etika perundingan
§  Setiap materi/konsep PKB yang akan dibahas harus disampaikan oleh juru bicara tim perundingan
§  Setiap materi/konsep yang akan dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah perundingan yang dilakukan oleh notulis
§  Materi/konsep PKB yang telah dibahas selanjutnya dicatat dalam risalah  perundingan yang dilakukan oleh notulis
§  Materi/konsep PKB yang belum disepakati dapat dipending/tunda untuk selanjutnya dibahas kembali setelah seluruh konsep PKB selesai dirundingkan
§  Dalam hal ternyata ada materi/konsep yang tidak dapat disepakati maka dapat melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, antara lain :
1.      Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Kabupaten/Kota apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama hanya mencakup satu Kabupaten/Kota;
2.      Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjan di Provinsi, apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu Kabupaten/Kota di satu Provinsi;
3.      Ditjen Pembina Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi apabila lingkup berlakunya perjanjian kerja bersama lebih dari satu provinsi.Yang penyelesaiannya melalui mediasi dan akan dikeluarkan anjuran oleh mediator tersebut,  para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator maka atas kesepakatan para pihak mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan langkah – langkah penyelesaian, kemudian menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB dan apabila tidak juga mencapai kesepakatan maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial didaerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja.
§  Setelah seluruh isi konsep PKB dirundingkan dan disepakati maka isi konsep PKB tersebut disalin kembali berdasarkan yang telah disepakati untuk selanjutnya dilakukan penanda tanganan secara keseluruhan oleh kedua belah pihak
§  Penandatangan PKB oleh serikat pekerja/buruh dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris pengurus serikat pekerja/buruh dan dari pihak perusahaan dilakukan oleh Presiden direktur/Direktur utama perusahaan tersebut.
Setelah perjanjian kerja bersama disepakati dan ditandatangani oleh pengusaha dan wakil pekerja dalam hal ini oleh pengurus serikat pekerja (minimal ketua dan sekretaris) maka selanjutnya didaftarkan pada instansi pada instansi yang bertangung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan maksud :
1.      Sebagai alat monitoring dan evaluasi pengaturan syarat – syarat kerja yang dilaksanakan di perusahaan;
2.      Sebagai rujukan utama jika terjadi perselisihan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.

Kerangka isi Perjanjian Kerja Bersama antara lain :
a.      Mukadimah
b.      Umum
Ø Istilah – istilah
Ø Pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
Ø Luasnya kesepakatan
Ø Kewajiban pihak – pihak yang mengadakan kesepakatan
c.      Pengakuan, Jaminan dan Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
Ø Pengakuan hak – hak pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh
Ø Jaminan bagi Serikat Pekerja/Buruh
Ø Fasilitas bagi Serikat Pekerja/Buruh
Ø Lembaga kerja sama bipartit
Ø Pendidikan dan penyuluhan hubungan industrial
d.      Hubungan Kerja
Ø Penerimaan pekerja baru
Ø Masa percobaan
Ø Surat keputusan pengangkatan
Ø Golongan dan jabatan pekerja
Ø Kesempatan berkarir
Ø Pendidikan dan pelatihan kerja
Ø Mutasi dan prosedurnya
Ø Penilaian prestasi kerja
Ø Promosi
Ø Tenaga kerja asing
e.      Waktu kerja, istilah kerja dan lembur
Ø Hari kerja
Ø Jam kerja, istirahat dan shift kerja
Ø Lembur
Ø Perhitungan upah lembur
f.        Pembebasan dari kewajiban bekerja
Ø Istirahat mingguan
Ø Hari libur resmi
Ø Cuti tahunan
Ø Cuti besar
Ø Cuti haid
Ø Cuti hamil
Ø Cuti sakit
Ø Ijin meninggalkan pekerjaan dengan upah
Ø Ijin meninggalkan pekerjaan tanpa upah
g.      Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Ø Prinsip – prinsip K3
Ø Hygienis perusahaan dan kesehatan
Ø Pakaian kerja dan sepatu kerja
Ø Peralatan kerja
Ø Alat pelindung diri
Ø Panitia pembina keselamatan kesehatan kerja
h.      Pengupahan
Ø Pengertian upah
Ø Prinsip dasar dan sasaran
Ø Dasar penetapan upah
Ø Komponen upah
Ø Waktu pemberian upah
Ø Administrasi upah
Ø Tunjangan jabatan
Ø Tunjangan keluarga
Ø Tunjangan keahlian
Ø Tunjangan keahlian
Ø Tunjangan perumahan
Ø Tunjangan tempat kerja yang membahayakan keselamatan
Ø Uang makan
Ø Uang transport
Ø Premi hadir
Ø Premi shift
Ø Premi produksi/bonus
Ø  Premi perjalanan dinas
Ø Tunjangan hari raya
Ø Jasa produksi/bonus
Ø Tunjangan masa kerja
Ø Upah minimum
Ø Skala upah
Ø Penyesuaian upah
Ø Kenaikan upah atas dasar premi
Ø Kenaikan upah karena promosi
Ø Pajak penghasilan
i.         Pengobatan dan perawatan
Ø Poliklinik perusahaan
Ø Pengobatan diluar poliklinik
Ø Perawatan dirumah sakit
Ø Biaya bersalin
Ø Pembelian kaca mata
Ø Pengobatan pada dokter spesialis
Ø Keluarga berencana
Ø Konsultasi psikologis & tes bakat anak
j.         Jaminan sosial
Ø Jaminan kecelakaan kerja
Ø Jaminan kematian
Ø Jaminan hari tua
Ø Dana pensiun
k.      Kesejahteraan
l.         Tata tertib kerja
Ø Kewajiban dasar pekerja
Ø Larangan – larangan
Ø Pelanggaran yang dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK)
Ø Sanksi atas pelanggaran tata tertib kerja
m.    Pemutusan hubungan kerja
n.      Penyelesaian keluh kesah pekerja
Ø Tata cara penyelesaian keluh kesah
o.      Pelaksanaan dan penutup
p.      Tanda tangan para pihak.

Syarat – syarat berlakunya antara lain ;
1.      Satu perusahaan hanya dapat dibuat satu Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkuan;
2.      Apabila perusahan memiliki cabang, maka dibuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) induk yang berlaku disemua cabang perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing – masing cabang perusahaan;
3.      PKB induk memuat ketentuan – ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang perusahaan sedang PKB turunan yang dibuat cabang memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang perusahaan masing – masing;
4.      Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu grup dan masing – masing mempunyai badan hukum sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing – masing perusahaan.

Setelah ditandatangani oleh para pihak maka dilakukan Pendaftaran dengan dilampiri naskah perjanjian kerja bersama yang dibuat rangkap tiga bermaterai cukup yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh.
Setelah menerima surat keputusan pendaftaran perjanjian kerja bersama , maka pengusaha dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dan memberitahukan pada seluruh pekerja/buruh tentang isi perjanjian tersebut atau kalau ada beserta perubahannya.

Read more ...